TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selalu melakukan pengawasan pre dan post market terhadap produk kosmetik.
Tujuannya, mencegah dan menekan peredaran kosmetik yang tidak memenuhi syarat.
Pengawasan Pre- Market (sebelum beredar) dengan melakukan evaluasi pemenuhan GMP (Giid Manufacturing Practice), GDP (Good Diastribution Practices), melakukan evaluasi keamanan dan mutu kosmetik, dan juga ada pendampingan terhadap pelaku usaha baru.
Pengawasan Post-Market (selama beredar) dengan melakukan pengawasan rutin ke sarana produksi, importir, distributor, atau badan usaha pemberi makloon secara berkala setelah produk kosmetik diproduksi atau diedarkan ke masyarakat.
Melakukan sampling dan pengujian terhadap produk kosmetik yang beredar di masyarakat.
Pengawasan label dan iklan kosmetik agar tidak berlebihan yang dapat menyebabkan konsumen tertarik untuk membeli bukan karena kebutuhan tapi karena iklan yang belum tentu kebenarannya.
“Melakukan investigasi, penyidikan, dan penyelidikan, peredaran kosmetik ilegal atau mengandung bahan berbahaya, sehingga dapat menimbulka efek jera,” ujar Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Madya, Etty Rusmawati, S.TP., dalam Dialog Interaktif di Radio Smart 102,1 FM Yogyakarta.
Untuk pengawasan yang sifatnya rutin, pada tahun 2023 telah dilakukan sampling produk kosmetik yang beredar di DIY sejumlah 932 jenis baik berupa profuk perawatan atau rias wajah, deodorant, wangi-wangian, sabun, dan lain-lain.
Hasil uji, terdapat 8 (0,8 persen) produk tidak memenuhi syarat terdiri dari tiga produk krim mengandung hidroqinon dan atau retinoat, tiga produk masker, toner, dan deodorant spray, mengandung metanol, serta dua produk tidak memenuhi syarat uji mikrobiologi.
Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli MudaWulandari, S.TP., M.I.Kom, menyampaikan, produk yang tidak memenuhi syarat mikrobiologi artinya sudah tercemar dengan makhluk mikro, bisa saat proses pembuatan di pabrik atau saat distribusi dimana ketika dilakukan penyimpanan mengalami kontaminasi.
Produk yang sudah tercemar mikrobiologi dapat berakibat timbulnya penyakit yang disebabkan oleh virus, jamur, maupun bakteri.
Untuk produk kosmetik jenis masker, toner dan deodorant tidak boleh mengandung metanol, yang diperbolehkan adalah produk parfum dengan kandungan kurang dari 5 persen.
Kandungan metanol pada produk perawatan dapat berakibat kulit menjadi kering dan lebih lanjut menyebabkan iritasi.
“Kosmetik yang telah memiliki notifikasi, telah dijamin keamanannya oleh Badan POM, karena proses notifikasi melalui beberapa tahap analisa dan kajian terkait keamanan produk,” ujarnya.
Notifikasi yang dikeluarkan oleh Badan POM berupa tulisan BPOM NA diikuti kode angka sebanyak 11 digit.
Kode tulisan berbeda-beda tergantung dari benua produsen asalnya, NA jika dari Asia, NB dari Australia, NC dari Eropa, ND dari Afrika dan NE dari Amerika.
Kosmetik yang telah mendapat izin edar secara rutin akan dipantau produknya dengan dilakukan sampling…
Selengkapnya : https://jogja.tribunnews.com/2024/03/04/bpom-perketat-pengawasan-cegah-peredaran-kosmetik-ilegal
Sumber : https://jogja.tribunnews.com/2024/03/04/bpom-perketat-pengawasan-cegah-peredaran-kosmetik-ilegal